Sabtu, 28 November 2015

motivasi minggu ke 9

1. Teori Harapan dan implikasi praktisnya

Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik  ). Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan. Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjadi malas.

    Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting:

§  Harapan (expentancy)

Suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku .Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian.

§  Nilai (Valence)

Akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu.

§  Pertautan (Inatrumentality)

Persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.


2. Teori Tujuan dan Implikasi Praktisnya

Teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat atau intentions (tujuan-tujuan dengan prilaku), pendapat ini digunakan oleh Locke. Teori ini memiliki aturan dasar, yaitu penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan pernyataannya yan jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghsilkan unjuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada prilaku kerja.

Penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme:

§  Tujuan adalah yang mengarahkan perhatian

§  Tujuan adalah yang mengatur upaya

§  Tujuan adalah meningkatkan persistensi

§  Tujuan adalah menunjang strategi untuk dan rencana kegiatan


Hubungan Harapan Dengan Motivasi Dan Pekerjaan

Teori ini berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu. Victor Vroom dalam bukunya yang berjudul “work and motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “teori harapan”. Menurutnya, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka utuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.      

Vroom menjelaskan bahwa motivsi adalah hasil dari tiga faktor :        

1. Seberapa besar seseorang menginginkan imbalan (valensi)

2. Perkiraan orang itu tentang kemungkinan bahwa upaya yang dilakukan akan menimbulkan prestasi yang berhasil (harapan).  

3. Perkiraan bahwa prestasi itu akan menghasilkan perolehan imbalan atau instrumentalis.


Hubungan antara ketiga factor dapat dinyatakan sebagai berikut :      

a. Valensi x harapan x instrumentalisasi = motivasi  

Valensi mengacu pada kekuatan preferensi seseorang untuk memperoleh imbalan. Ini merupakan ungkapan kadar keinginan seseorang untuk mencapai suatu tujuan.

b. Harapan adalah kadar kuatnya keyakinan bahwa ketujuh perubahan tersebut adalah pasif menjadi aktif, bergantung menjadi tidak bergantug, sedikit bertindak menjadi banyak variasi bertindak, minat yang tidak menentu dan dangkal menjadi lebih dalam dan kuat,perspektif waktu jarak dekat menjadi jarak jauh, posisi yang menjadi di bawah menjadi setingkat atau bahkan di atasnya, serta kekurangan kesadaran atas dirinya menjadi tahu pengendalian diri.    

c. Instrumentalisasi menunjukkan keyakinan pegawai bahwa ia akan memperoleh suatu imbalan apabila dapat meyelesaikan tugasnya.

Hasil ketiga factor tersebut adalah motivasi,yakni kekuatan dorongan untuk melakukan suatu tindakan. Kombinasi yang menimbulkan motivasi adalah valensi positif yang tinggi, harapan yang tinggi, dan instrumentalisasi yang tinggi. Dengan adanya model harapan ini, para manajer organisasi akan dipaksa untuk menguji proses timbulnya motivasi secara seksama. Model ini juga mendorong mereka untuk merancang iklim motivasi yang akan memperbesar kemungkinan timbulnya perilaku pegawai yang diharapkan.

   Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik,suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi, dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan. Strategi yang tepat untuk memotivasi orang adalah menawarkan pada mereka perangsang, yakni bila mereka berhasil mencapai sasaran – sasaran tertentu. Orang juga perlu tahu tentang kemungkinan bahwa usaha yang dilakukan akan menghasilkan penghargaan sebagai ganjaran prestasinya. Orang akan meningkatkan usahanya dalam kondisi-kondisi di bawah ini:

Kerja keras menghasilkan prestasi baik

Prestasi baik menghasilkan imbalan

Imbalan memuaskan kebutuhan penting

Pemuasan kebutuhan terasa sangat besar pengaruhnya sehingga membuat usaha yang dilakukan terasa berharga

Kemungkinan subyektif sangat tinggi dimana usaha akan menuju pada prestasi baik yang menghasilkan imbalan

Jika kemungkinan menerima imbalan rendah (kecil) maka jumlahnya (nilainya) harus sangat tinggi


ANALISA

Berdasarkan hasil diatas, maka kesimpulan bahwa dalam Teori Harapan dan Teori Tujuan serta Implikasi Praktisnya mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik sedangkan teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat atau intentions (tujuan-tujuan dengan prilaku).Kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Teori pengharapan mengatakan seorang dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran keberhasilan sehingga dapat memuaskan bagi seseorang btersebut


DAFTAR PUSTAKA

Leavitt, J.H. (1992). Psikologi manajemen. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sunyoto, M.A. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sihotang, A. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT.Pradnya Paramita.

Robbins, S.P. & Judge, T.A. (2008). Perilaku organisasi. Jakarta:Salemba Empat.


Sabtu, 21 November 2015

motivasi

1. Definisi motivasi



a. Menurut Drs. Moh. Uzer Usman, motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan / tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan / keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan.

b. Menurut Davies, motivasi adalah kekuatan tersembunyi di dalam diri kita yang mendorong kita untuk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas.

c. Menurut  Prof. Drs. Nasution  motivasi adalah usaha – usaha untuk menyediakan kondisi – kondisi sehingga anak itu mau melakukan sesuatu.

d. Menurut Robbins dan Judge, motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan.

e. Menurut Samsudin, motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan (driving force) dimaksudkan sebagai desakan yang alami untuk memuaskan dan memperahankan kehidupan.

f. Mangkunegara, motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal”.

 g. Menurut Sujono Trimo  pengertian motivasi adalah suatu kekuatan  penggerak dalam prilaku  individu         dalam prilaku individu baik yang akam menentukan arah maupun daya ahan (perintence)  tiap perilaku          manusia yang didalamnya terkandung pula ungsur-ungsur  emosional insane  yang berasangkutan.



2. Teori Drive Reinforcement

Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa perilaku individual atau motivasi merupakan suatu fungsi dari konsekuensi dari perilaku tersebut. perilaku yang diberi penguatan (dikuatkan) cenderung diulang, sedangkan perilaku yang tidak diberi penguatan cenderung akan ditinggalkan / dilupakan/ hilang/tidak muncul. Strategi utama atau kontegensi penguatan dengan penguatan (reinforce) positif : perilaku yang dikehendaki, perilaku positif, keberhasilan diberi reward (hadiah, penghargaan, pujian dsb) agar perilaku yg dikehendaki tersebut dipertahankan, diulang atau dengan kata lain ada usaha dari pihak manajemen untuk meningkatkan kekuatan atau frekuensi perilaku tersebut (positif, keberhasilan) dengan memberi reward.

Reinforce negatif : berusaha untuk meningkatkan kekuatan atau frekuensi respon dari perilaku yg dikehendaki dengan menghindarkan adanya stimulus negatif yang memungkinkan adanya respon yang tidak dikehendaki ( misalnya, seorang karyawan mungkin bekerja lebih keras untuk menghindari teguran, hukuman dari supervisor)

Punishment (hukuman): berupa perlakuan tertentu fokusnya bertujuan untuk menghilangkan perilaku yang tidak dikehendaki

Extingtion : fokus untuk menurunkan, mengurangi menghilangkan frekuensi munculnya perilaku yang tidak dikehendaki dengan cara tidak memberikan reward yang seharusnya diterima apabila melakukan perilaku yang dikehendaki (karyawan tidak menerima pembagian bonus karena kenerjanya tidak memenuhi standar).

Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Beberapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk. 1986).

Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.

Masih menurut Hull, suatu kebutuhan biologis pada makhluk hidup menghasilkan suatu dorongan (drive) untuk melakukan aktivitas memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa makhluk hidup ini akan melakukan respon berupa reduksi kebutuhan (need reduction response). Menurut teori Hull, dorongan (motivators of performance) dan reinforcement bekerja bersama-sama untuk membantu makhluk hidup mendapatkan respon yang sesuai (Wortman, 2004). Lebih jauh Hull merumuskan teorinya dalam bentuk persamaan matematis antara drive (energi) dan habit (arah) sebagai penentu dari behaviour (perilaku) dalam bentuk:

Siegel dan Lane (1982), mengutip Jablonke dan De Vries tentang bagaimana manajemen dapat meningkatakan motivasi tenaga kerja., yaitu dengan:

1. Menentukan apa jawaban yang diinginkan

2. Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja.

3. Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima. Tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi

4. Memberikan ganjaran hanya jika jika jawaban yang benar dilaksanakan.

5. Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan, yang terdekat dengan kejadiannya.


TEORI HARAPAN


Teori Harapan menurut Victor Vroom, teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.

Teori ini termasuk kedalam Teori – Teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.

Teori ini diciptakan oleh David Nadler dan Edward Lawler yang didasarkan pada empat asumsi mengenai perilaku dalam organisasi, yaitu:

1.   Perilaku ditentukan oleh kombinasi antara faktor faktor yang terdapat dalam diri orang dan faktor-faktor yang terdapat di lingkungan.

2.   Perilaku orang dalam organisasi merupakan tindakan sadar dari seseorang, dengan kata lain perilaku seseorang adalah hasi dari sebuah keputusan yang sudah diperhitungkanoleh orang tersebut.

3.   Orang mempunyai kebutuhan, keinginan dan tujuan yang berbeda.


4.   Orang memilih satu dari beberapa alternatif perilaku berdasarkan besarnya harapan memperoleh hasil dari sebuah perilaku


Analisa

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa  motivasi dapat dipandang sebagai fungsi, berarti motivasi berfungsi sebagai daya penggerak  dari dalam individu  untuk melakukan aktivitas tertentu  dalam mencapai tujuan. Motivasi dipandang  dari segi proses, berarti motivasi dapat dirangsang oleh factor luar, untuk menimbulkan motivasi dalam diri siswa yang melalui proses rangsangan belajar sehingga dapat  mencapai tujuan yang di kehendaki. Motivasi daipandang dari segi tujuan, berarti  motivasi merupakan sasaran stimulus yang akan dicapai. Jika seorang mempunyai keinginan untuk belajar suatu hal, maka dia akan termotivasi untuk mencapainya. Motivasi secara umum sering di artikan sebagai sesuatu yang ada pada diri seseorang yang dapat mendorong, mengaktifkan, menggerakkan dan mengarahkan perilaku seseorang.


Daftar Pustaka

Hariandja, M.T.E. (2002). Manajemen sumber daya manusia. PT.Gramedia Widiasarana Indonesia:Jakata.

Sudarno, P. (2009). Manajemen terapi motivasi. PT.Gramedia Pustaka Utama:Jakarta.

Sunyoto, M.A. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta:Universitas Indonesia.

Sihotang, A. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Mitchell, T.R. (1997). Research in organizational behavior. Greenwich:CT JAI Press.

Robbins, S.P. & Judge, T.A. (2008). Perilaku organisasi. Jakarta:Salemba Empat.


motivasi

1. Definisi motivasi



a. Menurut Drs. Moh. Uzer Usman, motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan / tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan / keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan.

b. Menurut Davies, motivasi adalah kekuatan tersembunyi di dalam diri kita yang mendorong kita untuk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas.

c. Menurut  Prof. Drs. Nasution  motivasi adalah usaha – usaha untuk menyediakan kondisi – kondisi sehingga anak itu mau melakukan sesuatu.

d. Menurut Robbins dan Judge, motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan.

e. Menurut Samsudin, motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan (driving force) dimaksudkan sebagai desakan yang alami untuk memuaskan dan memperahankan kehidupan.

f. Mangkunegara, motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal”.

 g. Menurut Sujono Trimo  pengertian motivasi adalah suatu kekuatan  penggerak dalam prilaku  individu         dalam prilaku individu baik yang akam menentukan arah maupun daya ahan (perintence)  tiap perilaku          manusia yang didalamnya terkandung pula ungsur-ungsur  emosional insane  yang berasangkutan.



2. Teori Drive Reinforcement

Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa perilaku individual atau motivasi merupakan suatu fungsi dari konsekuensi dari perilaku tersebut. perilaku yang diberi penguatan (dikuatkan) cenderung diulang, sedangkan perilaku yang tidak diberi penguatan cenderung akan ditinggalkan / dilupakan/ hilang/tidak muncul. Strategi utama atau kontegensi penguatan dengan penguatan (reinforce) positif : perilaku yang dikehendaki, perilaku positif, keberhasilan diberi reward (hadiah, penghargaan, pujian dsb) agar perilaku yg dikehendaki tersebut dipertahankan, diulang atau dengan kata lain ada usaha dari pihak manajemen untuk meningkatkan kekuatan atau frekuensi perilaku tersebut (positif, keberhasilan) dengan memberi reward.

Reinforce negatif : berusaha untuk meningkatkan kekuatan atau frekuensi respon dari perilaku yg dikehendaki dengan menghindarkan adanya stimulus negatif yang memungkinkan adanya respon yang tidak dikehendaki ( misalnya, seorang karyawan mungkin bekerja lebih keras untuk menghindari teguran, hukuman dari supervisor)

Punishment (hukuman): berupa perlakuan tertentu fokusnya bertujuan untuk menghilangkan perilaku yang tidak dikehendaki

Extingtion : fokus untuk menurunkan, mengurangi menghilangkan frekuensi munculnya perilaku yang tidak dikehendaki dengan cara tidak memberikan reward yang seharusnya diterima apabila melakukan perilaku yang dikehendaki (karyawan tidak menerima pembagian bonus karena kenerjanya tidak memenuhi standar).

Teori-teori Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau binatang bertindak. Beberapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam morgan, dkk. 1986).

Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari (learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.

Masih menurut Hull, suatu kebutuhan biologis pada makhluk hidup menghasilkan suatu dorongan (drive) untuk melakukan aktivitas memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa makhluk hidup ini akan melakukan respon berupa reduksi kebutuhan (need reduction response). Menurut teori Hull, dorongan (motivators of performance) dan reinforcement bekerja bersama-sama untuk membantu makhluk hidup mendapatkan respon yang sesuai (Wortman, 2004). Lebih jauh Hull merumuskan teorinya dalam bentuk persamaan matematis antara drive (energi) dan habit (arah) sebagai penentu dari behaviour (perilaku) dalam bentuk:

Siegel dan Lane (1982), mengutip Jablonke dan De Vries tentang bagaimana manajemen dapat meningkatakan motivasi tenaga kerja., yaitu dengan:

1. Menentukan apa jawaban yang diinginkan

2. Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja.

3. Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima. Tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi

4. Memberikan ganjaran hanya jika jika jawaban yang benar dilaksanakan.

5. Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan, yang terdekat dengan kejadiannya.


TEORI HARAPAN


Teori Harapan menurut Victor Vroom, teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.

Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.

Teori ini termasuk kedalam Teori – Teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.

Teori ini diciptakan oleh David Nadler dan Edward Lawler yang didasarkan pada empat asumsi mengenai perilaku dalam organisasi, yaitu:

1.   Perilaku ditentukan oleh kombinasi antara faktor faktor yang terdapat dalam diri orang dan faktor-faktor yang terdapat di lingkungan.

2.   Perilaku orang dalam organisasi merupakan tindakan sadar dari seseorang, dengan kata lain perilaku seseorang adalah hasi dari sebuah keputusan yang sudah diperhitungkanoleh orang tersebut.

3.   Orang mempunyai kebutuhan, keinginan dan tujuan yang berbeda.


4.   Orang memilih satu dari beberapa alternatif perilaku berdasarkan besarnya harapan memperoleh hasil dari sebuah perilaku


Analisa

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa  motivasi dapat dipandang sebagai fungsi, berarti motivasi berfungsi sebagai daya penggerak  dari dalam individu  untuk melakukan aktivitas tertentu  dalam mencapai tujuan. Motivasi dipandang  dari segi proses, berarti motivasi dapat dirangsang oleh factor luar, untuk menimbulkan motivasi dalam diri siswa yang melalui proses rangsangan belajar sehingga dapat  mencapai tujuan yang di kehendaki. Motivasi daipandang dari segi tujuan, berarti  motivasi merupakan sasaran stimulus yang akan dicapai. Jika seorang mempunyai keinginan untuk belajar suatu hal, maka dia akan termotivasi untuk mencapainya. Motivasi secara umum sering di artikan sebagai sesuatu yang ada pada diri seseorang yang dapat mendorong, mengaktifkan, menggerakkan dan mengarahkan perilaku seseorang.


Daftar Pustaka

Hariandja, M.T.E. (2002). Manajemen sumber daya manusia. PT.Gramedia Widiasarana Indonesia:Jakata.

Sudarno, P. (2009). Manajemen terapi motivasi. PT.Gramedia Pustaka Utama:Jakarta.

Sunyoto, M.A. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta:Universitas Indonesia.

Sihotang, A. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Mitchell, T.R. (1997). Research in organizational behavior. Greenwich:CT JAI Press.

Robbins, S.P. & Judge, T.A. (2008). Perilaku organisasi. Jakarta:Salemba Empat.


Minggu, 18 Oktober 2015

Psikologi Manajemen - Teori Leadership

Teori-Teori Kepemimpinan Partisipatif

1. Modern Choice Approach to Partisipation
    Mitch Mc Crimmon (2007) menulis bahwa menjadi pemimpin yang partisipatif berarti melibatkan anggota tim dalam pembuatan keputusan. Hal ini terutama penting manakala pemikiran kreatif diperlukan untuk memecahkan masalah yang kompleks atau membuat keputusan yang akan berdampak pada anggota tim. Sedangkan Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan. hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsur yang sama.
    Sarros dan Butchatsky (1996), "leadership is defined as the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or common good". Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1998), "leadershi[ means using power to influence the thoughts nd actions of others in such a way that achieve high performance".
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. antara lain:
A. Kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain atau mempengaruhi orang lain yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin dan ikut berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada jiwa.
B. Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorag yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu mengunggah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
      a.  Reward Power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
      b. Coercive Power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti rahan-arahan pemimpinnya.
      c. Legitimate Power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimiliki.
      d. Referent Power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya.
     e. Expert Power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seseorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya. Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
C. Kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda.

2. Contingency Theory of Leadership dari Fiedler
    Model kontingensi dari kepemimpinan yang efektif dikembangakan oleh Fiedler (1967). Menurut model ini, maka "the performance of the group is contingent upon both the motivational system of the leader and the degree to which the leader has control and influence in a particular situasion, the situational favorableness". Dengan kata lain, tinggi rendahnya [restasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh system motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.
   Situasi yang menguntungkan (situasional favorableness), yaitu sejauh mana pemimpin dpaat mengendalikan dan memepengaruhi situasi tertentu, ditentukan oleh tiga variable situasi:
 a. Hubungan pemimpin-anggota (leader member relations)
     hubungan pribadi pemimpin dengan anggota kelompoknya.
 b. Struktur tugas (task structure)
     Derajat struktur dari tugas yang diberikan kepada kelompok untuk dikerjakan.
 c. Kekuasaan kedudukan (position power).
     Kekuasaan dan kewewenangan yang terberikan dari kedudukannya.

3. Path Goal Theory
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan.  Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang afektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).

Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat menerima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robbins, 2002).

untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin. House berasumsi bahwa pemimpin bersifat fleksibel. teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robbins, 2002).

Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri dan jalan untuk menggapai tujuan.

Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alar mencapai hasil yang mereka inginkan. teori pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. model path-goal juga mengatkan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.


daftar pustaka

Munandar. Ashar Sunyoto. (2001). Psikologi Industri dan organisasi. Jakarta. Universitas Indonesia
Cholisin, M. Si dkk. (2006). Dasar-dasar ilmu politik.  Yogyakarta : FISE UNY

Psikologi Manajemen - Definisi Leadership

DEFINISI LEADERSHIP

A. Definisi Leadership
Pengertian Leadership atau kepemimpinan menurut para ahli adalah kemampuan dalam mengatur atau mengelola sebuah organisasi yang mencakup kepentingan organisasi tersebut.
dalam kepemimpinan tentu ada seorang pemimpin yang bertugas untuk menjalankan semua kegiatan dalam pengaturan sebuah organisasi tau perusahaan. istilah leadership berkaitan dengan kecakapan, sikap, ketrmpilan dan pengaruh seseorang terhadap apa yang ia pimpin. Sebenarnya, setiap orang sendiri memiliki jiwa kepemimpinan. namun, seberapa besar pengaruhnya bisa menjadikannya sebagai seorang pemimpin.

B. Teori-Teori Kepemimpinan Partisipatif

1. Teori X dan Teori Y (Douglas Mc Gregor)
Douglas Mc Gregor telah merumuskan dua model yang disebut teori X dan teori Y.
 a. Asumsi teori X yaitu rata-rata manusia memiliki bawaan tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya jika dia bisa.
    - Karena mereka tidak suka bekerja, kebanyakan orang harus dikontrol dan terancam sebelum mereka akan bekerja cukup keras.
    - Manusia rata-rata lebih suka diarahkan, tidak menyukai tanggung jawab dan keinginan keamanan diatas segalanya.
    - Asumsi ini terletak di belakang hari ini sebagian besar prinsip-prinsip organisasi, dan menimbulkan baik untuk "sulit manajemen dengan hukuman dan kontrol ketat, dan "lunak" manajemen yang bertujuan untuk harmoni di tempat kerja.
    - Kedua ini dalah "salah karena pria perlu lebih dari imbalan keuangan di tempat kerja, dia juga membutuhkan motivasi lebih dalam tatanan yang lebih tinggi - kesempatan untuk memenuhi dirinya sendiri.
    - teori X manajer tidk memberikan kesempatan ini staf mereka sehingga karyawan diharapkan berprilaku dalam mode.

b. Teori Y Asumsi
    - Pengeluaran upaya fisik dan mental dalam bekerja adalah sebagai alam seperti bermain atau istirahat.
    - Pengendalian dan hukuman bukan satu-satunya cara untuk membuat orang bekerja, manusia akan mengarahkan dirinya sendiri jika ia berkomitmen untuk tujuan organisasi.
    - Kalau suatu pekerjaan memuaskan, maka hasilnya akan komitmen terhadap organisasi.
    - Pria belajar rata-rata, di bawah kondisi yang tepat, tidak hanya untuk menerima tetapi mencari tanggung jawab.
    - Imajinasi, kreativitas, dan kecerdikan dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah kerja dengan sejumlah besar karyawan.
    - Di bawah kondisi kehidupan industri modern, potensi intelektual manusia rata-rata hanya sebagian dimanfaatkan.

c. Komentar Teori X dan Teori Y Asumsi
 Asumsi ini didasarkan pada penelitian ilmu sosial yang telah dilakukan, dan menunjukkan potensi yang ada dalam manusia dan organisasi yang harus mengakui untuk mnjadi lebih efektif. Mc Gregor melihat kedua teori sebagai dua sikap yang cukup terpisah. Teori Y adalah sulit untuk mempraktekan di lantai toko di operasi produksi massa yang besar, tetapi dapat digunakan pada awalnya dalam mengelola manajer dan profesional.
Dalam "The Human Side of Enterprise" McGregor menunjukkan bagaimana Teori Y mempengaruhi pengelolaan promosi dan gaji dan pengembangan manajer yang efektif. McGregor jug melihat Teori Y sebagai kondusif untuk pemecahan masalah partisipatif. ini adalah satu-satunya metode untuk mencapai hasil yang diinginkan karena bawahan tidak setuju bahwa tujuan yang diinginkan.

Situasi dimana karyawan dapat dikonsultasikan adalah salah satu dimana individu-individu secara emosional matang, dan termotivasi secara positif terhadap pekerjaan mereka; dimana pekerjaan cukup bertanggung jawab untuk memungkinan fleksibitas dan dimana karyawan dapat melihat dia atau posisinya sendiri dalam hierarki manajemen. jika kondisi ini hadir, manajer akan menemukan bahwa pendekatan partisipatif untuk pemecahan masalaah menimbukan hasil jauh lebih baik dibandingkan dengan pendekatan alternatif membagikan perintah otoriter.
Setelah manajemen yakin bahwa itu adalah dibawah memperkirakan potensi sumber daya manusia, dan menerima pengetahuan yang diberikan oleh para peneliti ilmu sosial dan ditampilkan dalam asumsi-asumsi teori Y, maka dapat menginvestasikan waktu, uang dan usaha dalam mengembangkan aplikasi meningkat dari teori.





2. Teori Sistem 4 dari Rensis Likert
  a. Manajemen Sistem
      Tahun 1960-an Likert dikembangkan empat sistem manajemen yang menggabarkan hubungan, keterlibatan, dan peran antara manajemen dan bawahan dalam pengaturan industri. Keempat sistem adalah hasil dari penelitan bahwa ia telah dilakukan dengan sangat produktif supervisor dan anggota tim mereka. Perusahan Asuransi Amerika. Belakangan, ia dan Jane G. Likert merevisi sistem berlaku untuk pengaturan pendidikan. Mereka awal revisi itu dimaksudkan untuk menjelaskan peran kepala sekolah, siswa, dan guru; akhirnya individu-individu lain di dunia akademik dimasukkan seperti pengawas, administrator, dan orangtua.
   b. Eksploitatif sistem otoritatif

       Dalam jenis sistem manajemen tugas pegawai/bawahan adalah untuk mematuhi keputusan yang dibuat oleh manajer dan mereka yang memiliki status yang lebih tinggi daripada mereka dalam organisasi. bawahan tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Organisasi yang bersangkutan hanya tentang menyelesaikan pekerjaan. Organisasi akan menggunakan rasa takut dan ancaman untuk memastikan karyawan menyelesaikan pekerjaan ditetapkan. Tidak ada kerja tim yang terlibat.
   c. Kebajikan sistem otoritatif
       Seperti halnya dalam sebuah sistem berwibawa eksploitatif, keputusan dibuat oleh orang-orang dibagian atas organisasi dan manajemen. Namun termotivasi karyawan melalui penghargaan (untuk kontribusi mereka) daripada ketakutan dan ancaman. informasi dapat mengalir dari bawahan kepada manajer tetapi terbatas pada "manajemen apa yang ingin dengar"
    d. Sistem Konsultatif
        Dalam jenis sistem manajemen, bawahan termotivasi oleh penghargaan dan tingkat keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan. Manajemen konstruktif akan menggunakan bawahan mereka, ide-ide dan pendapat. Namun keterlibatan tidak lengkap dan keputusan besar masih dibuat oleh manajemen senior. Ada aliran informasi yang lebih besar (daripada dalam sistem berwibawa murah hati) dari bawahan kepada manajemen. Meskipun informasi dari bawahan kepada manajer tidak lengkap dan eufimistis.
    e. Partisipatif sistem
        Manajemen sepenuhnya percaya pada bawahan/karyawan. Ada banyak komunikasi dan bawahaan sepenuhnya terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Bawahan nyaman menyatakan pendapat dan ada banyak kerja sama tim. Tm dihubungkan bersama-sama oleh prang-orang, yang menjadi anggota lebih dari satu tim.





C. Teori of Leadership Pattern Choice Tannebaum dan Schmidt
Model delegasi dan tim pengembangan Tannenbaum dan Schmidt Continnum adalah sebuah model sederhana yang menunjukkan hubungan antara tingkat kebebasan yang seorang manajer memilih untuk diberikan kepada tim, dan tingkat kewenangan yang digunakan oleh manajer. Sebagai kebebasan tim meningkat, sehingga otoritas manajer berkurang. Ini adalah cara yang positif bagi kedua tim dan manajer untuk berkembang. Sementara model Tannenbaum dan Schmidt keprihatinan kebebasan didelegasikan ke grup, Prinsip yang mampu menerapkan berbagai tingkat kebebasan didelegasikan erat berkaitan dengan "delegasi tingkat" pada delegasi halaman. Sebagai seorang manajer, salah satu tanggung jawab Anda adalah untuk mengembangkan tim anda. anda harus mendelegasikan dan meminta sebuah tim untuk membuat keputusan sendiri untuk berbagai tingkatan sesuai dengan kemampuan mereka.
Berikut adalah Tannenbaum dan Schmidt Continnum didelegasikan tingkat kebebasan dengan beberapa tambahan penjelasan bahwa seharusnya membuat lebih mudah untuj memahami dan menerapkan.
1. Manajer memutuskan dan mengumumkan keputusan.
2. Manajer memutuskan dan kemudian "menjual" keputusan untuk kelompok.
3. Manajer meyajikan latar belakang keputusan dengan ide-ide dan mengundang pertanyaan.
4. Manajer menyaranakan keputusn sementara dan mengundang diskusi tentang hal itu.
5. Manajer menyajikan situasi atau masalah, mendapat saran, kemudian memutuskan.
6. Manajer menjelaskan situasi, mendefinisikan parameter dan meminta tim untuk memutuskan.
7. Manajer memungkinkan tim untuk mengidentifikasi masalah, mengembangkan pilihan, dan memutuskan tindakan, dalam batas-batas yang diterima manajer.


daftar pustaka
- Vroom, VH dan Yetton, PW. (1973). Kepemimpinan dan pengambilan keputusan. Pittsburg: University of Pittsburg.
https://www.idjoel.com/pengertian-leadership-menurut-para-ahli/
- Yukl, G. A., R. Lepsinger, and T. Lucia. 1992. Preliminary Report on the Development and Validation of the Influence Behavior Questionnaire. in Impact of Leadership. Eds. K. E. Clark.



Psikologi Manajemen - Definisi Kekuasaan

KEKUASAAN

A. Definisi Kekuasaan
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berfikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yg memerintah dan ada yg diperintah. Manusia berlaku sebagau subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada Undang-Undang (objek dari kekuasaan).

B. Sumber-sumber kekuasaan menurut French dan Raven
French dan Raven (dalam Afzahur, 1989) membatasi lima jenis kekuasaan pemimpin (leader power) yang dinilai penting dan umum dalam organisasi yaitu :
1. Coercive Power
Bersumber pada persepsi bawahan bahwa atasan mempunyai kekuasaan untuk memberi tekanan/hukuman. Dasarnya adalah persepsi bahwa hukuman berupa fisik atau psikis pada pihak lain agar menuruti kehendaknya.
2. Reward Power
Bersumber pada persepsi bahwa atasan dapat memberikan imbalan seperti yang diharapkan. Dasarnya adalah persepsi seseorang memiliki kemampuan untuk memberi hadiah pada pihak lain.
3. Legitimated Power
Bersumber pada persepsi bahwa atasan punya hak untuk menetapkan segala sesuatu baginya. Didasarkan pada hak-hak formal yang diterima sejalan dengan posisi, peran dan kewenangan dalam organisasi.
4. Expert Power
Bersumber pada persepsi bahwa atasan mempunyai sejumlah pengetahuan atau keahlian khusu yang diperlukan. dimiliki oleh orang tertentu dan sangat berarti bagi orang lain, dengan keahlian ia dapat menyuruh orang lain untuk menuruti kehendaknya karena orang lain merasa sangat tergantung padanya.
5. Referent Power
Bersumber pada ketertarikan atau identifikasi bawahan terhadap atasannya. Kemampuan ini berkembang dari kekaguman satu pihak serta keinginan dari pihak pengagum untuk menjadi seperti yang dikagum.


B. daftar pustaka
        https://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan
        Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia
        Cholisin, M. Si dkk. 2006. Dasar-dasarIlmuPolitik. Yogyakarta : FISE UNY
        raisamatarinursila.blogspot.co.id/2014/10/psikologi-manajemen-tugas-5-kekuasaan.html

Kamis, 01 Oktober 2015

Psikologi Manajemen - Mempengaruhi Perilaku (minggu ke-4)

MEMPENGARUI PERILAKU

Model mempengaruhi perilaku orang lain
a. Logical Argument yaitu penyampaian ajakan menggunakan argumentasi sebuah data-data yang ditemukan. Hal ini disinggung oleh komponen data.

b. Psychological atau Emotional Argument yaitu pendekatan ajakan menggunakan efek positif dan negatif. misalnya saja dalam iklan yang menyenangkan, lucu maupun yang membuat kita beremoati itu termasuk dalam menggunakan pendekatan Psychological Argument yang bersifat positif. Sedangkan iklan yang biasanya membuat kita muak, marah, menjenuhkan, itu termasuk pendekatan Psychological Argument dengan efek yang negatif.

c. Argument Based On Credibility yaitu ajakan atau arahan yang akan diikuti oleh communicate atau audiens, karena komunikator mempunyai kredibilitas sebagai pakar dalam bidang tersebut.


Wewenang dan Peran Wewenang dalam Manajemen

Wewenang merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan (legitimate power). Wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu atau tujuan tertentu . wewenang dan kekuasaan sebagai metoda formal, dimana manajer menggunakannya untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi. Wewenang formal tersebut harus didukung juga dengan dasar-dasar kekuasaan dan pengaruh informal.

Peran wewenang dalam manajemen :
a. Wewenang Lini (Linie Authority) yaitu wewenang yang mengalir secara vertikal. pelimpahan wewenang dari atas ke bawah dan pengawasan langsung dari pemimpin kepada staf yang menerimanya.

b. Wewenang Staf (Staf Authority) yaitu wewenang yang mengalir ke samping yang diberikan kepada staf khusus untuk membantu melancarkan tugas staf yang diberikan wewenang ini. wewenang staf diberikan karena adanya spesialisasi, adanya tugas-tugas managerial yang terkait dengan fungsi staf seperti pengawasan, pelayanan kepada staf, atau penasihat.



Daftar Pustaka

- Cholisin, M. Si dkk. 2006. Dasar-dasar Ilmu Politik. Yogyakarta : FISE UNY
- Nasihun. 1993. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
- http://raisamatarinursila.blogspot.co.id/2014/10/psikologi-manajemen-tugas-3-dan-tugas-4.html
- Sarwono, S.W. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta. Balai Pustaka

Psikologi Manajemen - Mempengaruhi Perilaku (minggu ke-3)

MEMPENGARUHI PERILAKU

Definisi Pengaruh

Definisi Pengaruh menurut Poerwordaminto (dalam Kurniawati), pengaruh berarti "daya yang ada atau timbul dari suatu lorong, benda atau sebagainya". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia "Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang"
       Menurut beberapa tokoh, antara lain:
       a. Albert R. Roberts & Gilbert
           Pengaruh  adalah wajah kekuasaan yang diperoleh oleh orang ketika mereka tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan.
       b. M. Suyanto
           Pengaruh merupakan nilai kualitas suatu iklan melalui media tertentu.
       c. Norman Barry
           Pengaruh adalah sutau tipe kekuasaan jika seseoorang yang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu.
       d. Ertram Johannes Otto Schrieke
           Pengaruh merupakan bentuk dari kekuasaan yang tidak dapat diukur kepastiannya.

Kunci-Kunci Perubahan Perilaku

Perubahan merupakan peralihan kondisi yang tadinya buruk menjadi lebih baik. Masyarakat yang berubah adalah masyarakat yang terdiri dari individu berkepribadian baik. Personality tidak dibentuk dari perfomance dan style seseorang, melainkan dari adanya daya intelektual dan perbuatan. selanjutnya, tidak hanya membentuk saja, tetapi juga disertai upaya menjadikan personalitybtersebut berkualitas.
Perubahan perilaku adalah penerapan yang terencana dan sistematis dari prinsip belajar yang telah ditetapkan untuk mengubah perilaku mal adaptif.
Karakteristik perubahan perilaku, yaitu :
a. Fokus kepada perilaku (prosedur perubahan perilaku dirancang untuk merubah perilaku bukan merubah karakter atau sifat seseorang).
b. Prosedurnya didasarkan kepada prinsip-prinsip behavioral. perubahan perilaku adalah penerapan prinsip-prinsip dasar yang awalnya dari penelitian ekperimental dengan binatang di laboratorium (Skinner, 1938)
c. Penekannya kepada peristiwa-peristiwa didalam lingkungan. perubahan perilaku meliputi asesmen dan perubahan peristiwa-peristiwa lingkungan yang mempunyai hubungan fungsional dengan perilaku.
d. Treatment dilakukan oleh orang didalam kehidupan sehari-hari (Kazdin, 1994). Perubahan perilaku akan lebih efektif apabila di kembangkan oleh orang-orang yang berada di lingkungan individu yang perilakunya menjadi target perubahan seperti guru, orangtua, atau orang lain yang dilatih tentang perubahan perilaku.
e. Pengukuran perubahan perilaku. Melakukan pengukuran sebelum dan sesudah intervensi dilakukan untuk melihat perubahan perilaku. asesmen terus dilakukan setelah intervensi untuk melihat apakah perubahan perilakuyang sudah terjadi dapat terjaga.
f. Mengabaikan peristiwa-peristiwa masa lalau sebagai penyebab perubahan perilaku. Penekana perubahan perilaku kepada peristiwa-peristiwa lingkungan saat ini yang menjadi penyebab perilaku sebagai dasar pemilihan intervensi perubahan perilaku yang tepat.
g. Mennolak hipotesis yang mendasari penyebab perilaku. Skinner menjelaskan bahwa dengan terhadap penyebab yang mendasari perilaku tidak pernah diukur atau dimanipulasi untuk menunjukkan hubungan fungsional perilaku.


Daftar pustaka :
- Edgar, H Schein. (1991). Psikologi Organisasi. Jakarta. Pustaka Binaman Pressindo.
- Munandar, Ashar Sunyoto. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta. Universitas Indonesia.
- Sarwono, S.W. (2005). Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
- Cholisin, M. Si dkk. (2006). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Yogyakarta : FISE UNY

Psikologi Manajemen - Komunikasi

KOMUNIKASI

Definisi Komunikasi

Komunikasi adalah proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Komunikasi juga merupakan penyampaian informasi, gagasan, emosi, ketrampilan, dan sebagainya dengan menggunakan lambang-lambang atau kata-kata, gambar, bilangan, grafik, dan lain-lain. Kegiatan atau proses penyampaiannya biasanya dinamakan komunikasi.

Komunikasi dibagi menjadi 2 yaitu:

- Komunikasi internal 

Komunikasi Internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dengan bawahan, antara sesama bawahan, dsb. Proses komunikasi internal ini bisa berujud komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi kelompok. Juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi primer maupun sekunder. Komunikasi internal ini lazim dibedakan menjadi dua, yaitu komunikasi vertikal dan komunikasi horizontal. Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada pimpinan. Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi, dan lain-lain kepada bawahannya. Sedangkan bawahan memberikan laporan-laporan, saran-saran, pengaduan-pengaduan dan sebagainya kepada pimpinan. Dan pengertian komunikasi horizontal atau lateral adalah komunikasi antara sesama seperti dari karyawan kepada karyawan, manajer kepada manajer. Pesan dalam komunikasi ini bisa mengalir di bagian yang sama di dalam organisasi atau mengalir antarbagian. Komunikasi lateral ini memperlancar pertukaran pengetahuan, pengalaman, metode, dan masalah.

- Komunikasi Eksternal

Komunikasi eksternal organisasi adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan khalayak di luar organisasi. Pada organisasi besar, komunikasi ini lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat dari pada pimpinan sendiri. Yang dilakukan sendiri oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang  dianggap sangat penting saja.

Dimensi Komunikasi

Dimensi-dimensi komunikasi meliputi dibawah ini :
1.      Isi
Isi adalah apa yang dibicarakan dalam komunikasi antara satu orang dengan orang yang lain atau bahkan lebih.
2.      Kebisingan
Kebisingan adalah tinggi rendahnya suara yaang terdengar dalam melakukan komunikasi.
3.      Jaringan
Jaringan adalah sejauh mana seseorang meluaskan jangkauan informasinya dalam melakukan komunikasi. Diantaranya ada komunikasi yang bergantung pada (jaringan satelit).
4.      Arah
Komunikasi terdiri dari 2 macam arah yaitu :
a.  komunikasi satu arah adalah hanya ada satu orang berbicara menyampaikan infomasi untuk satu orang atau lebih contohnya promosi produk tertentu atau guru dikelas.
b. Komunikasi 2 arah adalah adanya interaksi antara satu orang menyampaikan informasi satu orang atau lebih juga ikut berbicara sehingga terciptanya interaksi untuk menyampaikan beberapa informasi.


Daftar Pustaka

     West,Richard, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, Jakarta : Salemba Humanika, 2008.
-          Effendy,Onong,  Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994
-          Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Wiasarana Indonesia2005
-          Abu, Ahmadi, Psikologi umum, Edisi Revisi 2009.

Kamis, 28 Mei 2015

Kesehatan Mental Fenomena Depresi

Teori Depresi

            Prevalensi depresi meningkat selama masa remaja. Rata-rata tahunan hampir mendekati 9 persen anak-anak muda usia 12 hingga 17 tahun memiliki pengalaman setidaknya satu episode mengalami depresi dan hanya sekitar 40 persennya telah dirawat (National Survey on Drug Use and Health [NSDUH], 2008). Angka pada umumnya meningkat  sesuai bertambahnya usia. Depresi pada orang muda tidak selalu tampak sebagai bentuk kesedihan, tetapi juga mudah marah, kejenuhan atau ketidakmampuan untuk menikmati rasa senang. Salah satu alasan depresi memerlukan penanganan serius adalah karena menimbulkan bahaya bunuh diri (Brent & Birmaher, 2002).

            Standar dan tujuan personal yang tinggi dapat berakibat pada pencapaian dan kepuasan diri. Akan tetapi saat manusia menempatkan suatu tujuan yang terlalu tinggi, mereka memiliki kemungkinan untuk gagal yang lebih tinggi. Kegagalan sering berakibat terhadap depresi, dan orang-orang depresi sering menurunkan nilai pencapaian mereka sendiri. Hasilnya adalah kesedihan kronis, perasaan tidak berharga, perasaan tidak memiliki tujuan, dan depresi yang bertahan. Bandura (1986, 1997) yakin bahwa depresi disfungsi dapat terjadi dalam salah satu dari tiga subfungsi regulasi diri : (1) observasi diri, (2) proses penilaian, dan (3) reaksi diri.

Penyebab Depresi

            Remaja putri, terutama yang matang lebih awal, ternyata lebih depresi dibandingkan remaja putra (Brent & Birmaher, 2002; Ge, Conger, & Elder, 2001; SAMHSA, 2005; Stice, Presnell, & Bearman, 2001). Perbedaan gender ini mungkin terkait dengan perbedaan biologis yang berhubungan dengan pubertas; studi menunjukkan hubungan antara pubertas dini dengan gejala depresi (Susman & Rogol, 2004). Faktor lain yang memungkinkan adalah cara anak perempuan bersosialisasi (Birmaher dkk, 1996) dan kerentanan mereka untuk menjadi stress dalam hubungan sosial (Ge dkk, 2001; Hankin, Mermelstein, & Roesch, 2007).

            Ditambahkan untuk gender perempuan faktor-faktor resiko untuk depresi seperti diabetes atau epilepsy, konflik hubungan orang tua dan anak, dilecehkan atau diabaikan, penggunaan alcohol dan obat-obatan, aktivitas seksual, dan memiliki orang tua dengan sejarah depresi. Penggunaan alkohol dan obat-obatan serta aktivitas seksual ternyata memicu depresi pada anak perempuan dari pada anak laki-laki (Brent & Birmaher, 2002; Halfors, Waller, Bauer, Ford, & Halpern, 2005; SAMHSA, 2005; Waller dkk, 2006). Masalah citra tubuh dan gangguan makan dapat memperburuk gejala depresi (Stice & Bearman, 2001).

            Depresi disfungsi menurut Bandura yang pertama, saat observasi diri  orang dapat salah dalam  menilai performa mereka sendiri atau mendistorsi ingatan mereka mengenai pencapaian di masa lalu. Orang-orang depresi cenderung umtuk membesar-besarkan kesalahan mereka di masa lalu, dan mengecilkan pencapaian mereka terdahulu, suatu kecenderungan yang akan meningkatkan depresi mereka.

            Kedua, orang-orang depresi lebih mungkin melakukan penilaian yang salah. Mereka menentukan standar yang tidak realistis dan sangat tinggi, sehingga pencapaian pribadi apapun akan dinilai sebagai kegagalan. Walaupun mereka telah mencapai kesuksesan di mata orang lain, mereka terus mengkritik performa mereka. Depresi lebih mungkin terjadi pada mereka yang menentukan tujuan dan standar personal yang jauh lebih tinggi daripada persepsi kemampuan mereka untuk mencapai hal-hal tersebut.

            Terakhir, reaksi diri dari orang-orang depresi cukup berbeda dari mereka yang tidak depresi. Orang-rang depresi tidak hanya menilai diri mereka dengan keras, mereka juga cenderung memperlakukan diri mereka dengan buruk karena keterbatasan-keterbatasan mereka.


Analisis

            Depresi adalah masalah psikologis yang dapat disebabkan oleh banyak hal, misalnya karena konflik dengan seseorang, merasa di kucilkan, diabaikan, dilecehkan, dan lain-lain. Orang-orang yang depresi merasa putus asa yang terlalu dalam dan merasa dirinya tidak berguna. Orang yang depresi cenderung menarik diri dari lingkungan, tidak melakukan aktivitas selayaknya orang pada umumnya, merasa tertekan dan terus menerus menganggap rendah dirinya. Dikatakan juga bahwa seseorang yang depresi dikarenakan memiliki suatu tujuan yang lebih tinggi dari standar yang ia miliki.

            Remaja putri yang mengalami masa pubertas lebih awal memiliki risiko depresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini dikarenakan perubahan fisik maupun hormonal yang terjadi pada saat pubertas dipersepsikan secara berbeda oleh remaja perempuan dan laki-laki. Pada remaja putri, memiliki penilaian negatif terhadap tubuhnya,mereka sering merasa tidak puas pada tubuhnya, merasa dirinya gemuk, tidak menarik, dan wajahnya tidak cantik. Sebaliknya, remaja putra mempersepsikan hal itu secara positif. Menurut Steinberg (2002), remaja putri memiliki hormon oxytocin yang lebih tinggi dibanding putra. Hal ini menyebabkan remaja putri memiliki ketertarikan yang lebih tinggi pada hubungan interpersonal. Tingginya intensitas untuk berhubungan dengan orang lain, membuat remaja putri lebih tergantung pada orang lain yang dianggap dapat memberikan dukungan sosial. Akibatnya, remaja putri lebih peka terhadap penolakan orang lain, mudah merasa tidak puas dengan hubungan interpersonal, sehingga kondisi ini diyakini sebagai resiko munculnya depresi.


Depresi memiliki gejala seperti berikut :

Rasa sedih atau cemas yang terus menerusRasa putus asa dan pesimisRasa bersalah, merasa tidak berharga Kehilangan minat atau kesenangan atas hobi atau aktivitas yang sebelumnya disukai Energi lemah, kelelahan, menjadi lambatSulit berkonsentrasi, mengingat dan memutuskanSulit tidur (insomnia) atau tidur yang berlebihan (hypersomnia) Sulit makan atau terlalu banyak makan (menjadi kurus atau kegemukan) Tidak tenang dan gampang tersinggung Sakit kepala, masalah pencernaan dan nyeri kronis yang terus menerusBerpikir ingin mati atau bunuh diri


Depresi dapat dicegah dengan cara selalu berpikiran positif, berolahraga dan dan selalu menyibukkan diri dengan hal-hal yang positif.

Referensi :

Bandura, A. (1986). Social foundations of  thought and action: A social cognitive theory.

            Engewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

Bandura, A (1997). Self-efficacy: The exercise of control. New York: Freeman.

Feist, G. J., & Feist, J. (2010). Theories of personality 7th ed. Jakarta: Salemba Humanika

Papalia, D. E., & Feldman, R. D. (2014).Experience human development 12thed. Jakarta:

        Salemba Humanika.


Hubungan Kesehatan Mental dengan Kecerdasan Emosional

Kesehatan mental menurut seorang ahli kesehatan Merriam Webster, merupakan suatu keadaan emosional dan psikologis yang baik, dimana individu dapat memanfaatkan kemampuan kognisi dan emosi, berfungsi dalam komunitasnya, dan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Kecerdasan emosional Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage ouremotional life with intelligence), menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan ketrampilan sosial.

Salovey dan Mayer menjelaskan bahwa kecerdasan emosional adalah sebuah  himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau serta mengendalikan perasaan dan emosi, baik pada diri sendiri maupun pada diri orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk membimbing pikiran dan tindakan.

Dalam hubungan kesehatan mental dengan kecerdasan emosional sangat berpengaruh. Ketika individu dengan intelegensi yang tinggi namun kecerdasan emosi individu yang rendah sangat mempengaruhi kesehatan mental tersebut.  Ketika emosi sedang memuncak dan kita tidak bisa menahan emosi tersebut maka bisa berpengaruh terhadap mental kita. Misalkan : pada saat marah kita marah dan terus marah seluruh tubuh kitapun ikut marah biasanya bagian bagian organ juga ikut lebih bergerak seperti jantung. Jantung kita akan semakin berdetak lebih cepat. Jika jantung terus bergerak lebih cepat akan mengganggu kesehatan mental itu sendiri. Emosi juga sangat mempengaruhi kehidupan manusia ketika dalam mengambil keputusan, tidak jarang suatu keputusan diambil melalui emosinya. Tidak ada sama sekali keputusan yang diambil manusia murni dari pemikiran rasionalnya. Karena seluruh keputusan manusia memiliki warna emosional. Jika seseorang memperhatikan keputusan-keputusan dalam kehidupan manusia, ternyata keputusannya lebih banyak ditentukan oleh emosi daripada akal sehat.


Menurut Mayer (Goleman, 2002 : 65) orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Dengan melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia dan Ketika kita bertahan menghadapi frustrasi, dapat mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mampu mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, serta dapat berempati dan selalu berdoa maka dapat juga berpengaruh pada kesehatan mental seseorang. Mental akan sehat, hidup akan mudah dan merasa puas, sehat dan bahagia.




Daftar Pustaka :

Dewi, Kartika Sari. (2012) Buku Ajar Kesehatan Mental. Semarang : Universitas Dipenogoro

Sarwono, Sarlito W. (2012) Pengantar Psikologi Umum. Cet 4. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada



Kamis, 26 Maret 2015

Sejarah Kesehatan Mental Psikologi

SEJARAH
Zaman Prasejarah
Setelah dilakukan banyak penelitian ternyata diketahui sejak dahulu, manusia purba sering mengalami gangguan mental atau fisik, seperti infeksi, artritis, dll.
Zaman peradaban awal
  1. Phytagoras (orang yang pertama memberi penjelasan alamiah terhadap penyakit mental) 
  2. Hypocrates (Ia berpendapat penyakit / gangguan otak adalah penyebab penyakit mental) 
  3. Plato (gangguan mental sebagian gangguan moral, gangguan fisik dan sebagiaan lagi dari dewa dewa)
Zaman Renaissesus
Kematian Galen (130 – 200 M), sebagai dokter terakhir pada masa klasik Yunani menandai dimulainya Zaman Kegelapan bagi dunia medis dan bagi perawatan serta studi tentang perilaku abnormal.  Pada zaman ini di beberapa negara Eropa, para tokoh keagamaan, ilmu kedokteran dan filsafat mulai menyangkal anggapan bahwa pasien sakit mental tenggelam dalam dunia tahayul. Pada Zaman Pertengahan dan Renaissance (400 – 1500 M), kalangan gereja dan Kristen meluaskan pengaruhnya. Gangguan mental kembali dihubungkan dengan pengaruh spiritual dan supranatural (Demonologi). Para pemuka agama pada masa itu melakukan suatu upacara untuk mengeluarkan pengaruh roh jahat dari tubuh seseorang. Metode tersebut dinamakan exorcism.
Perwakilan Gereja Katolik Roma meyakini bahwa penyihir membuat perjanjian dengan iblis, mempraktekkan ritual setan dan melakukan tindakan-tindakan mengerikan seperti memakan bayi dan meracuni hasil panen. Pada tahun 1484, Pope (Paus) Innocent VIII meminta kepada para pendeta di Eropa untuk mencari para tukang sihir dan mengumumkan hukuman mati bagi penyihir. Selama dua abad berikutnya, lebih dari 100.000 orang yang dituduh sebagai tukang sihir telah dibunuh.
Di Swedia, pada tahun 1649, Queen Christina memerintahkan untuk membebaskan semua tukang sihir kecuali mereka yang benar-benar terbukti melakukan pembunuhan. Di Perancis, tahun 1682, Raja Louis XIV mengeluarkan dekrit tentang pembebasan tukang sihir. Eksekusi terakhir terhadap tukang sihir dilakukan di Swiss pada tahun 1782. Sampai akhir Zaman Pertengahan, semua penderita gangguan mental dianggap sebagai tukang sihir.

Era Pra Ilmiah
  1. 1.    Kepercayaan Animisme
Sejak zaman dulu gangguan mental telah muncul dalam konsep primitif, yaitu kepercayaan terhadap faham animisme bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh-roh atau dewa-dewa. Orang Yunani kuno percaya bahwa orang mengalami gangguan mental, karena dewa marah kepadanya dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan kurban.
  1. 2.    Kepercayaan Naturalisme
Suatu aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental dan fisik itu akibat dari alam. Hipocrates (460-367) menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu sebagai penyebab sakit. Dia mengatakan, Jika anda memotong batok kepala, maka anda akan menemukan otak yang basah, dan mencium bau amis. Tapi anda tidak akan melihat roh, dewa, atau hantu yang melukai badan anda.
Seorang dokter Perancis, Philipe Pinel (1745-1826) menggunakan filsafat polotik dan sosial yang baru untuk memecahkan problem penyakit mental. Dia terpilih menjadi kepala Rumah Sakit Bicetre di Paris. Di rumah sakit ini, pasiennya dirantai, diikat ketembok dan tempat tidur. Para pasien yang telah di rantai selama 20 tahun atau lebih, dan mereka dianggap sangat berbahaya dibawa jalan-jalan di sekitar rumah sakit. Akhirnya, diantara mereka banyak yang berhasil, mereka tidak lagi menunjukkan kecenderungan untuk melukai atau merusak dirinya.
Era Modern
Konsep baru tentang gangguan dan penyakit mental muncul dalam Revolusi Amerika dan Perancis sebagai bagian dari proses pencerahan (renaisans) bidang rasionalisme, humanisme dan demokrasi politik. Orang gila (insane) kemudian dianggap sebagai orang sakit. Chiarugi di Italia dan Muller di Jerman menyuarakan tentang treatment rumah sakit yang lebih humanis. Tetapi perwujudan konsep baru dalam bidang ini dipelopori oleh Phillipe Pinel (1745 – 1826).
Perubahan luar biasa dalam sikap dan cara pengobatan gangguan mental terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika pada tahun 1783. Ketika itu Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staf medis di rumah sakit Pensylvania. 1812 Benjamin Rush menjadi salah satu pengacara yang mula-mula menangani masalah penyakit mental secara humanis. Di rumah sakit ini ada 24 pasien yang dianggap sebagai lunatics (orang gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu sedikit sekali pengetahuan tentang penyebab dan cara menyembuhkan penyakit tersebut. Akibatnya pasien-pasien dikurung dalam ruang tertutup, dan mereka sekali-kali diguyur dengan air. Rush melakukan suatu usaha yang sangat berguna untuk memahami orang-orang yang menderita gangguan mental tersebut melalui penulisan artikel-artikel. Secara berkesinambungan, Rush mengadakan pengobatan kepada pasien dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk mau bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan. Publikasinya yang berjudul ”Medical Inquiries and Observations Upon Diseases of The Mind” menjadi buku teks psikiatri Amerika yang pertama.
1842 Psikiater mulai masuk Rumah Sakit dan berperan, menggantikan para ahli hukum. 1908 Clifford Beers (mantan penderita manik depresif), menulis buku “A Mind that Found Itself” yang berisi tentang pengalamannya sebagai pasien mental dan menceritakan kekejaman di Rumah Sakit. Mendirikan Masyarakat Connecticut untuk Mental Health yang kemudian berubah menjadi Komite Nasional untuk Kesehatan Mental (The National Committee for Mental Hygiene). Bahkan karena jasanya itu ia dinobatkan sebagai The Founder of the Mental Hygiene Movement. Dia terkenal karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang sangat manusiawi.
Pada tahun 1909, gerakan mental Hygiene secara formal mulai muncul. 1910 Emil Kraepelin pertama kali menggambarkan penyakit Alzheimer. Mengembangkan alat tes untuk mendeteksi gangguan epilepsi. 1918 Asosiasi Psikoanalisa Amerika membuat aturan bahwa hanya lulusan kedokteran dan yang menjalankan praktek psikiatri yang dapat menjadi calon peserta pelatihan psikoanalisa. 1930-an Psikiater mulai menginjeksikan insulin sebagai treatment pasien skizofrenia. Hal ini menyebabkan shock dan koma sementara.
Secara hukum, gerakan mental hygiene ini mendapat pengakuan pada tanggal 3 Juli 1946, yaitu ketika presiden Amerika Serikat menandatangani The National Mental Health Act., yang berisi program jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan kesehatan mental seluruh warga masyarakat.
Pada tahun 1950, organisasi mental hygiene terus bertambah, yaitu dengan berdirinya National Association for Mental Health. Gerakan mental hygiene ini terus berkembang sehingga pada tahun 1975 di Amerika terdapat lebih dari seribu perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui The World Federation forMental Health dan The World Health Organization.


PRINSIP-PRINSIP KESEHATAN MENTAL Menurut Schneiders prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
  • Prinsip Berdasarkan Hakikat Manusia 
  1. Kesehatan mental dan penyesuaian diri tergantung kondisi jasmani yang baik dan integritas organisme.
  2. Untuk memelihara kesehatan mental dan penyesuaian diri, maka perilaku individu harus sesuai dengan hkikat kemanusiaannya. sebagai mahluk yang memiliki moral, intelektual, agama, emosional dan sosial.
  3. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dapat dicapai melalui integrasi dan kontrol diri baikdengan cara berfikir, memuaskan keinginan, mengekspresikan keinginan dan bertingkah laku.  
  4. Dalam mencapai dan memelihara kesehatan mental dan penyesuaian diri, perlu memperluas pengetahuan tentang diri sendiri.  
  5. Kesehatan mental memerlukan konsep diri: pengetahuan dan sikap trehadap kondisi fisik dan psikis diri sendiri secara sehat, yang meliputi: penerimaan diri dan penghargaan terhadap status diri ssendiri secara relistik atus wajar.
  6. Untuk mencapai kesehatan mental dan penyesuaian diri, maka pemahaman diri atau self inside dann penerimaan diri, perlu idisertai dengan upaya-upaya perbaikan diri dan perwujudan diri.  
  7. Kestabilan mental dan penyesuaian diri yang baik dapat dicapai dengan pengembangan moral yang luhur dalam diri sendiri, seperti sikap adil, hati-hati, integritas pribadi, rendah hati dan kejujuran.  
  8. Pencapaian dan pemeliharaan kesehatan mental dan penyesuaian diri bergantung pada penanaman dan pengembangan kebiasaan yang baik.  
  9. Kestabilan mental dan penyesuaian diri menuntut adanya kemampuan melakukan perubahan sesuai dengan keadaan (kondisi lingkuangan) dan kepribadian  
  10. Kesehatan mental dan penyesuaian diri memerlukan usaha terus menerus untuk mencapai kematangan berpikir, mengekspresikan emosi dan melakukan tindakan.
  11. Kesehatan mental dan penyesuaian diri dapat dicapai dengan belajar mengatasi konflik dan frustasi serta ketegangan-ketegangan secara efektif.

Kartini Kartono berpendapat ada tiga prinsip pokok secara umum untuk mendapatkan kesehatan mental, yaitu:
a)    Pemenuhan kebutuhan pokok
Setiap individu selalu memiliki dorongan-dorongan dan kebutuhan-kebutuhan pokok yang bersifat organis (fisik dan psikis) dan yang bersifat sosial. Kebutuhan- kebutuhan dan dorongan-dorongan itu menuntut pemuasan. Timbullah ketegangan ketegangan dalam usaha pencapaiannya. Ketegangan cenderung menurun jika kebutuhan- kebutuhan terpenuhi, dan cenderung naik/makin banyak jika mengalami frustasi atau hambatan-hambatan.
b)    Kepuasan
Setiap orang menginginkan kepuasan, baik yang bersifat jasmaniah maupun yang bersifat rohaniah. Dia ingin merasa kenyang, aman, terlindung, ingin puas dalam hubungan seksnya, ingin mendapat simpati dan diakui harkatnya. Intinya ia ingin puas di segala bidang, lalu timbullah Sense of Importancy dan Sense of Mastery, (kesadaran nilai dirinya dan kesadaran penguasaan) yang memberi rasa senang, puas dan bahagia.
c)    Posisi dan status social
Setiap individu selalu berusaha mencari posisi sosial dan status sosial dalam lingkungannya. Tiap manusia membutuhkan cinta kasih dan simpati. Sebab cinta kasih dan simpati menumbuhkan rasa diri aman/assurance, keberanian dan harapan-harapan di masa mendatang. Orang lalu menjadi optimis dan bergairah. Oleh karena itu individu-individu yang mengalami gangguan mental, biasanya merasa dirinya tidak aman. Mereka senantiasa dikejar-kejar dan selalu dalam kondisi ketakutan. Dia tidak mempunyai kepercayaan pada diri sendiri dan hari esok, jiwanya senantiasa bimbang dan tidak seimbang. 

 Seseorang itu dapat berusaha memelihara kesehatan mentalnya dengan menegakkan prinsip-prinsipnya dalam kehidupan, yaitu:
  1. Mempunyai self image atau gambaran dan sikap terhadap diri sendiri yang positif. 
  2. Memiliki integrasi diri atau keseimbangan fungsi-fungsi jiwa dalam mengatasi problema hidup termasuk stress. 
  3. Mampu mengaktualisasikan dirinya secara optimal guna berproses mencapai kematangan. 
  4. Mampu bersosialisasi atau menerima kehadiran orang lain. 
  5. Menemukan minat dan kepuasan atas pekerjaan yang dilakukan. 
  6. Memiliki falsafah atau agama yang dapat memberikan makna dan tujuan bagi hidupnya. 
  7. Pengawasan diri atau memiliki kontrol terhadap segala keinginan yang muncul.
  8. Memiliki perasaan benar dan sikap bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya.

PENGGOLONGAN KESEHATAN MENTAL
Y      Gangguan Somatofarm
Gejalanya bersifat fisik, tetapi tidak terdapat dasar organik dan faktor-faktor psikologis.
Y      Gangguan Disosiatif
Perubahan sementara fungsi-fungsi kesadaran, ingatan, atau identitas yang disebabkan oleh masalah emosional.
Y      Gangguan Psikoseksual
Termasuk masalah identitas seksual (impotent, ejakulasi, pramatang, frigiditas) dan tujuan seksual.
Y      Kondisi yang tidak dicantumkan sebagai gangguan jiwa.
Mencakup banyak masalah yang dihadapi orang-orang yang membutuhkan pertolongan seperti perkawinan, kesulitan orang tua, perlakuan kejam pada anak.
Y      Gangguan kepribadian
Pola prilaku maladaptik yang sudah menahun yang merupakan cara-cara yang tidak dewasa dan tidak tepat dalam mengatasi stres atau pemecahan masalah.
Y      Gangguan yang terlihat sejak bayi, masa kanak-kanak atau remaja.
Meliputi keterbelakangan mental, hiperaktif, emosi pada kanak-kanak, gangguan dalam hal makan.
Y      Gangguan jiwa organic
Terdapat gejala psikologis langsung terkait dengan luka pada otak atau keabnormalan lingkungan biokimianya sebagai akibat dari usia tua dan lain-lain.
Y      Gangguan penggunaan zat-zat
Penggunaan alkohol berlebihan, obat bius, anfetamin, kokain, dan obat-obatan yang mengubah prilaku.
Y      Gangguan Skisofrenik
Serangkaian gangguan yang dilandasi dengan hilangnya kontak dengan realitas, sehingga pikiran, persepsi, dan prilaku kacau dan aneh.
Y      Gangguan Paranoid
Gangguan yang ditandai dengan kecurigaan dan sifat permusuhan yang berlebihan disertai perasaan yang dikejar-kejar.
Y      Gangguan Afektif
Gangguan suasana hati (mood) yang normal, penderita mungkin mengalami depresi yang berat, gembira yang abnormal, atau berganti antara saat gembira dan depresi.
Y      Gangguan Kecemasan
Gangguan dimana rasa cemas merupakan gejala utama atau rasa cemas dialami bila individu tidak menghindari situasi-situasi tertentu yang ditakuti.


Pengaruh Budaya Terhadap Konsep Kesehatan

Pengertian kesehatan menurut WHO tampaknya juga mengalami perkembangan menjadi kompleks. Kemudian WHO juga mendefinisikan kesehatan sebagai: “…keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental(rohani) dan social, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penakit, cacat dan kelemahan …….”(smet, 1994). Adapun pengertian tersebut menyebabkan kebijakan di bidang keshatan mengalami perubahan  dahulu segala upaya dilakukan dngan tujuan untuk menyembuhkan/mengobati penyakit.stelah berbagai macam dan berbagai macam temuan teknologi di upayakan dapat kearah penyembuhan. Yang akibatnya berbagai teknologi modern diketemukan sehingga berbagai macam penyakt dan gangguan lainnya bisa diatasi
Pergeseran teknologi modern tersebut membuka peluang bagi lmu – ilmu social umumnya dan ilmu – ilmu perilaku. Khususnya untuk memberikan sumbangan bagi upaya – upaya tersebut. Dan bidang – bidang baru sudah mulai bermunculan, seperti sosiologi kesehatan, anthropologi kesehatan, psikologi kesehatan, dan masih banyak lagi
Perhatian mengenai kesehatan dalam kaitannya dengan keanekaragaman budaya juga menjadi salah satu bidang kajian yang diminati oleh psikologi lintas budaya(berry, 1999)
Sebagai perbandingan, bidang psikologi (kepribadian) sekarang ini mengembangkan pandangan yang baru mengenai apa yang disebut sebagai “kepribadian sehat”. Pandangan ini berbeda dengan pandangan psikologi yang tradisionalis (misalnya psikoanalisa dan behaviorisme) dalam memandang kodrat manusia. Pada psikologi tradisionalis, konsep tentang sehat kurang lebih mirip dengan konsep mengenai kesehatan seperti yang dikemukakan diatas yaitu, tidak adanya gejala – gejala yang cukup untuk memasukan individu kedalam kategori gangguan (kepribadian) tertentu. Atau dengan kata lain, kepribadian sehat yang mempunyai titik tolak dari apakah individu tersebut berbeda dari mereka yang nyta – nyata terganggu atau tidak. Di lihat dari sudut pandang statistik, kepribadian sehat adalah kepribadian individu umumnya, yang bila digambarkan secara statistik berada didalam kurva normal, sementara kepribadian yang tidak sehat adalah kepribadian yang berada di luar kurve normal tersebut.
Oleh karena itu, untuk membedakan pengertian sehat yang dipakai oleh umum dengan sehat yang betul – betul sehat, pandangan ini memprkenalkan “adisehat”atau “adinormal” untuk mengelompokkan orang – orang yang berbeda dari masyarakat umumnya tetapi yang betul – betul mampu mengaktualkan segenap potensi yang dimilikinya (Schultz, 1993).


3. model – model kesehatan : antara model barat dan timur
Menurut eisenberg (helman, 1990). Yang dimaksud dengan model adalah cara dapat merekonstruksi realita, memberikan makna kepada fenomena- fenomena alam yang pada dasarnya bersifat chaos. Sekali model telah di tetapkan, model tersebut akan bertindak melakukan verifikasi terhadap model itu sendiri dengan cara mengeluarkan atau mengabaikan fenomena yang berada di luar sudut pandang pengguna model tersebut.

Model sangat berguna dalam memahami suatu realita, tapi karena sifatnya yang cenderung melakukan simplikasi terhadap realita yang sebenarnya kompleks, maka dimungkinkan adanya bermacam – macam model untuk memahami realita yang sama.

Kemudian pada bidang kesehatan terdapat dua model utama dalam memahami kesehatan, yaitu model barat dan model timur. Kedua model tersebut memang dipengaruhi oleh budaya barat dan budaya timur yang jelas pada dasarnya memiliki perbedaan besar. Namun didalam model – model tersebut tersenndiri terdapat variasi yang dapat disebabkan karena adanya perbedaan budaya di antara kedua model tersebut.

Model kesehatan barat dapat dibedakan menjadi bebeapa macam, yaitu model biomedis atau juga sering disebut sebagai model medis (joesoef, 1990; freund, 1991; helman, 1990; tamm, 1993). Model psikiatris(helman, 1990) dan model psikosomatis (tamm, 1993)’ model kesehatan timur umumnya disebut model kesehatan holistic(joesoef, 1990) yang menekankan pada keseimbangan (helman, 1990).

Model biomedis berakar jauh pada pengobatan tradisional yang berada di yunani. Pengobatan ini dipengaruhi oleh filosofi yunani, terutama dari pemikiran plato dan aristoteles yang bersifat abstrak dan sistematis serta dijalankan dengan rasional dan logis.konsepsi mengenai dunia pada dasarnya bersifat dualistik sehingga manusia dapat dibedakan menjadi fisiologis(fisik) dan psikologi(jiwa). Cara pandang yang sedemikian ini memengaruhi dunia barat sampai beberapa abad kemudian. Yang dapat ditemui kembali jejaknya pada Descartes.

Perkembangan ilmu biologi yang pesat, lebih – lebih degan diketemukannya virus dan bakteri sebagai sumber terjadinya penyakit. Menyebabkan model biomedis ini berkembang dengan sangat pesat dan memengaruhi konsep manusia mengenai kesehatan dibarat. Sejak itu penyakit dan kesehatan semata – mata dihubungkan dengan kebutuhan fisiolois saja.berbagai upaya dilakukan untuk menjadikan tubuh tetap sehat.

Model biomedis (freund 1991) memiliki 5 asumsi :
Asumsi yang pertama adalah bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara tubuh dan jiwa sehingga penyakit diyakikni beada pada suatu bagian tubuh tertentu.
Asumsi kedua adalah penyakit dapat di reduksi pada gangguan fungsi tubuh, entah secara biokimia atau neurofisiologis(physical reductionism).
  Asumsi ketiga adalah keyakinan bahwa setiap penyakit disebabkan oleh suatu agen khusus yang secara potensial dapat diidentifikasi(specific etiology)
Asumsi keempat adalah melihat tubuh sebagai suatu mesin (sama dengan keterangan sebelumnya )
Asumsi kelima adalah mempunyai konsep bahwa tubuh adalah obyek yang perlu diatur dan dikontrol.dan adapun asumsi ini merupakan kelanjutan dari asumsi bahwa tubuh adalah suatu mesin yang perlu mendapatkan pemeliharaan.

Model psikiatris (helman, 1990), sebenarnya masih berkaitan dengan modl biomedis. Model ini pada dasarnya masih mendasari diri pada pencarian bukti – bukti fisik dari suatu penyakit dan penggunaan treatmen fisik(obat – obatan atau pembedahan) untuk mengoreksi abnormalitas. Naun model ini menunjukan dengan jelas adanya modl – model yang saling bertentangan yang digunakan oleh psikiater yang berbeda untuk menjelaskan gangguan psikosis. Model – model tersebut meliputi : model organic yang menekankan pada perubahan fisik dan biokimia di otak; model psikodinamik yang berkonsentrasi pada factor –faktor pekembangan dan pengalaman; model behavioral yang menyatakan bahwa psikosis terjadi karena banyak kemungkinan lingkungan; dan model social yang menekankan gangguan dalam rangka performanya.

Model psikosomatis (tamm, 1993), merupakan model yang muncul kemudian karena adanya ketidakpuasan terhadap model biomedis. Model ini dikembangkan oleh Helen flanders dunbar sekitar tahun 1930an.model ini muncul setelah jurang anta aspek – aspek biologis dan psikologis terjembatani oleh karya Sigmund freud (ketidaksadaran0, ivan Pavlov (respon terkondisi, dan WB cannon (reaksi serang dan kabur). Gerakan psikosomatik ini dimulai di jerman dan Austria pada tahun 1920an,menyebar kebanyak Negara di eropa, kemudian dengan adanya migrasi ke amerika (seperti frans Alexander) minat terhadap gangguan psikosomatik ini pun turut terbawa kesana.
Model psikosomatik ini menyatakan bahwa tidak ada penyakit somatic yang tanpa disebabkan oleh ateszenden emosional dan atau social. Sebaliknya tidak ada penyakit psikis yang tidak disertai oleh simtom – simtom somatic
Menurut model psikosomatik ini, penyakit berkembang melalui saling terkait secara berkesinambungan antara factor fisik dan mental yang saling memperkuat satu sama lain melalui jaringan yang kompleks. Penyembuhan penyakit diasumsikan terjadi melalui cara yang sama juga.




DAFTAR PUSTAKA
  • Dr. Kartini Kartono. 1989. Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam. Bandung: CV Mandar Maju.
  • Hasan Langgulung. 1986. Teori-Teori Kesehatan Mental. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
  • Moeljono Notosoedirjo, Latipun. 2000. Kesehatan Mental. Universitas Muhammadiyah Malang.
  • http://yudiantara.wordpress.com/2009/01/20/kesehatan-mental/
  •  http://fajarhakim.blogspot.com/2012/03/kesehatan-mental-softskill.html